This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 27 Oktober 2013

SEJARAH BERDIRINYA PURBALINGGA

Sebuah nama yang pasti tidak akan tertinggal ketika membicarakan sejarah Purbalingga adalah Kyai Arsantaka, seorang tokoh yang menurut sejarah menurunkan tokoh-tokoh Bupati Purbalingga.Kyai Arsantaka yang pada masa mudanya bernama Kyai Arsakusuma adalah putra dari Bupati Onje II. Sesudah dewasa diceritakan bahwa kyai Arsakusuma meninggalkan Kadipaten Onje untuk berkelana ke arah timur dan sesampainya di desa Masaran (Sekarang di Kecamatan Bawang, Kabupaten Banjarnegara) diambil anak angkat oleh Kyai Wanakusuma yang masih anak keturunan Kyai Ageng Giring dari Mataram. Pada tahun 1740 – 1760, Kyai Arsantaka menjadi demang di Kademangan Pagendolan (sekarang termasuk wilayah desa Masaran), suatu wilayah yang masih berada dibawah pemerintahan Karanglewas (sekarang termasuk kecamatan Kutasari, Purbalingga) yang dipimpin oleh Tumenggung Dipayuda I. Banyak riwayat yang menceritakan tenang heroisme dari Kyai Arsantaka antara lain ketika terjadi perang Jenar, yang merupakan bagian dari perang Mangkubumen, yakni sebuah peperangan antara Pangeran Mangkubumi dengan kakaknya Paku Buwono II dikarenakan Pangeran mangkubumi tidak puas terhadap sikap kakanya yang lemah terhadap kompeni Belanda.
Dalam perang jenar ini, Kyai Arsantaka berada didalam pasukan kadipaten Banyumas yang membela Paku Buwono. Dikarenakan jasa dari Kyai Arsantaka kepada Kadipaten Banyumas pada perang Jenar, maka Adipati banyumas R. Tumenggung Yudanegara mengangkat putra Kyai Arsantaka yang bernama Kyai Arsayuda menjadi menantu. Seiring dengan berjalannya waktu, maka putra Kyai Arsantaka yakni Kyai Arsayuda menjadi Tumenggung Karangwelas dan bergelar Raden Tumenggung Dipayuda III.Masa masa pemerintahan Kyai Arsayuda dan atas saran dari ayahnya yakni Kyai Arsantaka yang bertindak sebagai penasihat, maka pusat pemerintahan dipiindah dari Karanglewas ke desa Purbalingga yang diikuti dengan pembangunan pendapa Kabupaten dan alun-alun. Nama Purbalingga ini bisa kita dapati didalam kisah-kisah babad. Adapun Kitab babad yang berkaitan dan menyebut Purbalingga diantaranya adalah Babad Onje, Babad Purbalingga, Babad Banyumas dan Babad Jambukarang. Selain dengan empat buah kitap babat tsb, maka dalam merekonstruksi sejarah Purbalingga, juga melihat arsip-arsip peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang tersimpan dalam koleksi Aarsip Nasional Republik Indonesia.Berdasarkan sumber-sumber diatas, maka melalui Peraturan daerah (perda) No. 15 Tahun 1996 tanggal 19 Nopember 1996, ditetapkan bahwa hari jadi Kabupaten Purbalingga adalah 18 Desember 1830 atau 3 Rajab 1246 Hijriah atau 3 Rajab 1758 Je.
Quote:
Bupati Purbalingga dari Masa ke Masa :
o Raden Tumenggung Dipoyudo III (1759 – 1787)
o Raden Tumenggung Dipokusumo I (1792 – 1811)
o Raden Mas Tumenggung Brotosudiro (1811 – 1831)
o Raden Mas Tumenggung Adipati Dipokusumo II (1831 – 1855)
o Raden Adipati Dipokusumo III (1855 – 1868)
o Raden Adipati Dipokusumo IV (1868 – 1883)
o Raden Tumenggung Dipokusumo V (1883 – 1894)
o Kanjeng Raden Adipati Ario Dipokusumo VI G.S.O.O.N ( 1899 – 1925)
o Raden Mas Adipati Aryo Sugondo (1925 – 1949) (Bupati Sugondo, merupakan bupati ke IX dan ke X. Ia adalah bupati terakhir dari keturunan Kyai Arsantaka, cikal bakal pendiri kota Purbalingga). Setelah Sugondo, pengangkatan bupati berdasarkan keturunan tidak berlaku lagi (dihapus).
Bupati Purbalingga atas dasar pemilihan :
o Raden Utoyo Kusumo (1950 – 1954)
o Raden Hadisukmo (1954 – 1960). Pada tahun ini terdapat dua pimpinan daerah. Sebagai bupati Raden Hadisukmo, sedang kepala daerah adalah Mas Kocosukarto.
o R Mochamad Sujadi (1960 – 1967, sekaligus sebagai kepala daerah, oleh karenanya sebutannya menjadi Bupati kepala daerah)
o R Bambang Mudarmo (1967 – 1973)
o Letkol Guntur Daryono (1973 – 1979)
o Drs. Sutarno (1979 – 1984)
o Drs. Sukirman ( 1984 – 1989)
o Drs. Soelarno (1989 – 1999, dua periode
o Drs. H Triyono Budi Sasongko, M.Si – Drs H Soetarto Rachmat (Bupati – wakil bupati, Maret 2000 – Maret 2005)
o Drs. H. Triyono Budi Sasongko, MSi – Drs. H. Heru Sujatmoko, MSi (Bupati-wakil bupati, Maret 2005 – Maret 2010).
o Drs. H. Heru Sudjatmoko, M. Si – Drs. H. Sukento Rido Marhaendrianto, MM (Bupati – wakil bupati, periode 2010 -2015)
Pemilihan bupati berdasar UU No 22/1999 (Direvisi UU No 32/2004) dilakukan satu paket, antara bupati – wakil bupati. Tahun 2005 pasangan calon bupati – wakil dipilih langsung oleh rakyat.

http://www.pusatdunia.com/Pusat-Lounge/sejarah/Sejarah-berdirinya-Kabupaten-Purbalingga.html

Senin, 21 Oktober 2013

PETILASAN MAKAM ARDILAWET PURBALINGGA
Petilasan atau makam Syech Jambukarang, di Desa Penusupan, Kecamatan Rembang, juga layak menjadi tempat wisata ziarah. Petilasan Ardilawet ini dikeramatkan oleh warga Purbalingga.
Tak heran, masyarakat banyak yang mengunjungi untuk menyepi dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mitos yang berkembang di masyarakat, berdoa di tempat ini akan cepat dikabulkan. Sejumlah masyarakat dari dalam dan luar kota Purbalingga Banyak yang berkunjung dan berdoa untuk berbagai aplikasi di perbukitan Ardilawet ini.

Untuk mencapai lokasi petilasan Ardi Lawet tidaklah sulit. Meski lokasinya jauh di pelosok desa, namun prasarana jalan menuju tempat itu sudah lumayan halus. Jika harus menggunakan kendaraan umum, lokasi ini berjarak sekitar 20 kilometer dari Kota Purbalingga. Jika menumpang mikrobus jurusan Bobotsari-Rembang, hanya membutuhkan waktu ekitar 30-45 menit. Sesampai di Monumen Panglima Besar Jenderal Soedirman, download dan naiklah pick up ke Desa Penusupan dengan jarak tempuh sekitar 4 kilometer. Sesampai di Desa Penusupan, pengunjung harus berjalan kaki menempuh jalan setapak kurang lebih 3 kilometer untuk sampai di Gerbang petilasan Ardilawet.

Konon petilasan Ardi Lawet merupakan makam Syech Jambukarang. Syech Jambukarang ini merupakan putra dari Prabu Brawijaya Mahesa Trademan, Raja Pajajaran. Saat kecil ia bernama Adipati Mendang (R Mundingwangi). Sebenarnya, ia berhak menduduki tahta kerajaan menggantikan orang tuanya. Namun, Jambukarang lebih memilih menjadi pendeta. Tahta kerajaan diberikan kepada adiknya, R Mundingsari yang dinobatkan pada tahun 1190.
Saat bertapa di Jambu Dipa atau Gunung Karang, Banten, ia melihat ada tiga cahaya dari arah timur yang menjulang ke angkasa. Melihat hal itu, Jambukarang bersama para pengikutnya menuju cahaya terebut sampai sampailah di perbukitan Ardilawet itu dan mendirikan pertapaan disana.
Secara bersamaan, Syech Atas Angin dari Negara Arab dan telah berkelana menyebarkan Islam di purbalingga juga melihat adanya cahaya yang sama dari arah timur. Cahaya itu terlihat jelas sesaat setelah ia melaksanakan sholat Shubuh. singkat cerita Syeh Atas Angin juga menuju ke perbukitan Ardilawet. Disana, ia bertemu dengan Jambukarang yang edang bertapa. Uluk salam disampaikan oleh Syech Atas Angin kepada Jambukarang. Namun, Jambukarang tak menyahutnya.
Tak lama kemudian, Jambukarang terlibat perdebatan dengan Syech Atas Angin. Mereka juga terlibat adu kesaktian. Namun, Syech Atas Angin memiliki kesaktian yang lebih tinggi sehingga Jambukarang tunduk dan memeluk Islam. Saat itu, Jambukarang mencukur rambut dan kukunya dan dikuburkan di Ardilawet itu.
Selain mengangkat Syech Atas Angin menjadi gurunya, Pangeran Wali Syech Jambukarang juga menikahkan putrinya yang bernama Rubiah Bekti menjadi istri Syech Atas Angin. Setelah memeluk Islam, Syech Jambukarang aktif menyebarluaskan ajaran Islam di wilayah Purbalingga.
Perkawinan antara Syech Atas Angin dan Rubiah Bekti menurunkan lima orang anak masing-masing Machdum Kusen, Machdum Medem, Machdum Umar, Nyi Rubiah Raja dan Nyi Rubiyah Sekar. Putra perttama, Machdum khusen menurunkan tiga ptra yaitu Machdum Jamil, lebe Tuleng dan lebe Shultoni.
Machdum Jamil ini menurunkan empat putra yaitu Machdum Tores, lebe Kudra, lebe Majapan dan Pangeran Wali prakosa. Pangeran Wali prakosa inilah yang ikut serta mendirikan tiang Masjid Demak bersama Walisongo. Setelah wafat, Wali prakosa ini dimakamkan di Desa Pekiringan Kecamatan Karangmoncol. (Banyumasnews.com / Prayitno)
Petilasan atau Makam Syeh Jambu Karang atau Jambukarang lebih dikenal masyarakat jawa sebagai Ardi Lawet atau Ardilawet. Terletak di puncak gunung Lawet yang masuk kedalam Provinsi Pemerintah Desa Panusupan Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga Propinsi Jawa Tengah, dengan ketinggian kurang lebih 3000 dpl. Disebutkan oleh berbagai kitab merupakan wilayah Perdikan Cahyana.
Menurut kitab Babad Tanah Jawa, Syeh Jambu Karang adalah salah satu tokoh yang turut menyebarkan ajaran Agama Islam di Pulau Jawa. Bahkan jauh sebelum Wali Songo melakukan Syiar Agama Islam. Sebagai salah satu Tokoh Islam di pulau jawa, maka banyak cerita yang bervariasi di dalam masyarakat sekitar, dari silsilah sampai dengan berbagai kesaktian yang dimiliki, bahkan sampai betapa mustajabnya doa yang dipanjatkan disana.
Perdikan Cahyana atau bumi cahyana menurut Tijdschrift voor het Binnenland Bestuur (deel I) tulisan CJ Hasselman (1887) adalah bumi perdikaning Allah, bukan perdikaning ratu, sesuai dengan 3 Piagam yang disebutkan disana, yaitu: Piagam Sultan (1403 AJ), Sultan Pajang ( 1503 AJ), dan Ki Gede Mataram. Ketiga piagam tersebut menyetujui dan melestarikan perdikaning Allah tersebut kepada Mahdum Wali prakosa (Ind: Perkasa). Dalam tradisi Cahyana, Pangeran Mahdum Wali prakosa berjasa dalam membangun Masjid Agung Demak.
Silsilah atau asal usul menurut manuskrip Cariyosing Redi Munggul, Pangeran Jambu Karang berasal dari Pajajaran, putra Prabu Brawijaya Mahesa Tandreman. Pangeran Jambu Karang ditonjolkan sebagai Raja Sunda yang masih kafir. Kemudian diislamkan oleh Pangeran Atas Angin setelah melalui perang kesaktian yang dimenangkan oleh Pangeran Atas Angin. Kemudian Pangeran Atas Angin menikah dengan putri Pangeran Jambu Karang yang bernama Rubiyah Bekti. Perkawinan mereka melahirkan lima orang anak, yaitu (1) Pangeran Mahdum Kusen (Kayu Puring) yang dimakamkan di Rajawana, (2) Mahdum Madem (makamnya di Cirebon), (3) Pangeram Mahdum Omar (makamnya di Pulau Karimun, Jepara), ( 4) Nyai Rubiyah Raja (makamnya di Ragasela, Pekalongan), dan nyai Rubiah Sekar (makamnya di Jambangan Banjarnegara).
Hubungannya wali prakosa dengan Syeh Jambu Karang. Pangeran Mahdum Kusen berputra Pangeran Mahdum Jamil. Pangeran Mahdum Jamil memiliki dua orang anak, yaitu (1) Pangeran Mahdum Tores (makmnya di Bogares, tegal) dan (2) Pangeran Wali prakosa (makamnya di desa Pekiringan, karangmoncol, purbalingga). Pangeran wali prakosa inilah yang disebut dalam Piagam Sultan demak yang berasal dari tahun Jawa 1503 sehingga ia merupakan tokoh sejarah, sedangkan Pangeran Jambu Karang, Pangeran Atas Angin, Pangeran Mahdum Kusen, dan Pangeran Mahdum Jamil adalah tokoh-tokoh legendaris dari Perdikan Cahyana.

CURUG NINI

     CURUG NINI PURBALINGGA
Lokasi

Terletak di Desa Cipaku, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, Propinsi Jawa Tengah.

Peta dan Koordinat GPS:


Aksesbilitas

Berjarak kurang lebih 10 km dari Kota Purbalingga.  Untuk menuju Curug Nini dapat ditempuh lewat Pasar Karangnangka ke arah barat, sekitar empat kilometer jauhnya dari jalan raya Bobotsari-Purbalingga.  Jika telah sampai di Balai Desa Cipaku ambil jalan ke kanan melewati jalan tanah sekitar 200 meter hingga ke lokasi Curug Nini. 

Curug Nini, Bataputih, Telaga Bolangirit, Curug Singongah, dan Watutulis. Tiga tempat wisata air dan dua tempat wisata sejarah.

Wisata Lain

Situs Batu Lingga dan Yoni.  Dua buah batu yang berbentuk bulat lonjong bagai telur.  Situs ini berada di atas sebuah kolam penampungan air, masyarakat setempat menyebutnya Telaga Bataputih. Mata-airnya cukup besar. Jernih dan sejuk. Di samping situs ada dua buah pohon besar. Pohon yang satu karena usianya sampai berlubang, mirip pintu, dan dapat dimasuki orang dewasa.  Terletak di sekitar Balai Desa Cipaku di Dukuh Bataputih.

Telaga Bolangirit. Sebuah telaga di jaman dulu sering digunakan untuk tempat mandi para putri kerajaan.  Airnya bening dan melimpah dengan di sebelah utara dihiasi dengan beberapa pohan beringin yang besar-besar.  Telaga ini terletak di Dusun Pengebonan hanya sekitar satu kilometer dari situs Batu Lingga dan Yoni.

Prasasti tulis berhuruf Jawa Kuno. Watulis. Sebuah peninggalan sejarah, sebuah prasasti, batunya sebesar gajah gemuk. Prasasti batu ini konon mengandung daya magnet yang paling kuat se Nusantara. Jarum kompas petunjuk arah jika didekatkan ke Watutulis bisa membalik arahnya 180 derajat. Kemungkinan batu ini berasal dari pecahan meteor.  Prasasti terletak hanya dua ratus meter dari Telaga Bolangirit.

Keempat. Hanya dua ratus meter dari Telaga Bolangirit, terdapat sebuah air terjun yang cukuptinggi, bagian dari Sungai Lembarang. Masyarakat setempat menyebutnyaCurug Singongah. Curug ini dikelilingi tebing dengan tanaman liar yang seperti ditata rapi. Ada tiga air terjun, di tengah sungai, kiri, dan kanan. Anak desa cenderung bermain dari tebing sebelah kiri terjun ke kolam yang luas. Untuk menuju ke pusat curug pengunjung harus melalui jalan setapak di tebing sungai. Curug Singongah dapat ditempuh dari dua arah. Yang pertama dari Telaga Bolangirit, Dusun Pengebonan. Dan yang kedua dari Desa Bumisari. Bagi remaja menuju Curug Singongah adalah hal yang mengasyikkan. Jalannya masih cukup sulit, benar-benar jalan setapak di tebing sungai dan cukup curam, cenderung berair karena di dinding tebing banyak keluar mata air. Mengesankan! Hindari berkunjung di saat hari mendung. Atau bertanyalah kepada penduduk setempat. Sebab situasi curug sangat rawan, jika sungai di atas kebetulan banjir, tidak tampak dari pusat curug. Mirip situasi di Curug Ceheng, Sumbang, Banyumas. Air di sekitar Curug Singongah benar-benar melimpah, bagi yang suka kecehan, di curug ini bisa  terpuaskan.


kita bisa melanjutkan perjalanan 5 km
lagi ke arah utara menuju ke CurugCiputut. Tepatnya di Desa
Talagening, Kecamatan Bobotsari. Panorama cukup indah untuk dipandang.
Air terjun ini memiliki ketinggian 30 meter dan tidak pernah kering
sepanjang tahun. Banyak dikunjungi remaja-remaja pada saat libur dan
mereka yang gemar berpetualang karena medannya cukup memadai dengan
dinding dan lereng yang terjal. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih,
masyarakat sekitar dengan menggunakan jet pump mengambil air dari curug
itu untuk kebutuhan sehari-hari. Sebelum listrik masuk wilayah ini,
masyarakat memanfaatkan air terjun ini untuk menggerakkan kincir air.
Masih ada beberapa lagi curug yang bisa dikunjungi dalam satu kali
perjalanan. Seperti Curug Cilintang danCurug Sumba. Curug-curug ini
sangat potensial dijadikan obyek wisata alam. Sayang, sampai kini belum
ada perhatian.

situs prasejarah purbalingga

15 Situs Prasejarah Ditemukan di Purbalingga

 
 
 
 
 
 
15 Votes

Purbalingga, (ANTARA News) – Sebanyak 15 situs batu prasejarah ditemukan terserak di hulu Sungai Klawing, Sungai Tungtung Gunung, Sungai Laban bagian hulu dan hilir, serta Sungai Kuning, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.
“Temuan berupa ratusan perkakas batu prasejarah itu, kini tersimpan di sebuah workshop di Pasir Luhur, Jawa Barat,” kata dosen Fakultas Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB), Ir Sudjatmiko Dipl Ing, di Purbalingga, Sabtu.
Ia mengatakan, barang temuan tersebut antara lain sisa-sisa industri gelang yang diperkirakan berasal dari budaya Neolitikum (homo sapiens), kapak perimbas, dan kapak penetak.
Menurut dia, situs-situs yang ditemukan di hulu Sungai Klawing diperkirakan merupakan peninggalan masa Neolitikum sekitar 1.000-6.000 tahun lalu, di bagian hilir diperkirakan lebih tua lagi, yakni masa Palaeolitikum atau sekitar 6.000-60.000 tahun lalu.
Selain benda-benda arkeologis, kata dia, di sepanjang aliran sungai-sungai itu juga banyak ditemukan benda-benda geologi berupa batu-batu mulia, seperti Heliotrope (matahari berputar) yang disebut “Pierre du sang du Christ” (batu darah Kristus).
“Hasil penelitian rekan-rekan arkeolog itu sangat spektakuler. Sayangnya tidak pernah disosialisasikan kepada pemerintah dan masyarakat setempat,” katanya.
Menurut dia, keberadaan benda-benda arkeologi dan sumber daya artefak di sungai-sungai itu tercampur aduk dengan benda geologi berupa bahan mentah batu mulia.
Masyarakat Batu Mulia Indonesia, kata dia, memperkirakan puluhan ton batu mulia, terutama jenis Jasper Hijau termasuk artefak dan benda arkeologi lainnya, telah dieksplorasi dari sungai-sungai di Purbalingga tersebut.
Ia mengatakan, masyarakat tidak bisa membedakan sehingga benda-benda itu ikut dipotong-potong menjadi bahan perhiasan.
“Kami bisa memastikan, Kabupaten Purbalingga memiliki kekayaan sumber daya alam batu mulia, sekaligus kekayaan budaya yang sangat tinggi nilainya. Bila dikelola dengan baik, Purbalingga bisa menjadi semacam `geological and archeological tourism`,” kata dosen ITB lainnya, Budi Brahmantyo.(*)